Negara Indonesia banyak memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah diantaranya buah-buahan yang beragam dan khas di tiap-tiap daerah. Dahulu, buah-buahan lokal di Indonesia banyak tersebar di pasar-pasar tradisional. Namun sekarang, semakin jarang kita jumpai buah lokal Indonesia seperti Buah Juwet atau Jamblang (Syzygium cumini L.), Buah Kesemek (Diospyros kaki L.), Buah Mundu (Garcinia dulcis L.), dan Buah Genitu (Chrysophyllum cainito L).
1. JUWET (Syzygium cumini L.)
Jamblang atau Juwet di beberapa daerah di Indonesia dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Seperti; jambe kleng (Aceh), jambu kling (Gayo), jambu kalang (Minang kabau), jamblang (Betawi dan Sunda), juwet, duwet, duwet manting (Jawa), dhalas, d. bato, dhuwak (Madura), juwet, jujutan (Bali), klayu (Sasak), duwe (Bima), jambulan (Flores), raporapo jawa (Makasar), alicopeng (Bugis), jambula (Ternate). Di beberapa negara asing buah ini dikenal sebagai jamlang, jambelang, duwet (Malaysia), duhat (Filipina), jambul, jamun, atau Java plum (Inggris). Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) dikenal sebagai Syzygium cumini.
Dahulu buah ini sangat populer, bentuknya yang mirip anggur dan bisa
membuat lidah berwarna ungu membuat anak-anak senang. Buah yang
dipercayai sebagai obat Diabetes Militus kini banyak dicari seiring
banyaknya penderita penyakit tersebut. Potensi lain buah Juwet adalah
sebagai sumber antioksidan dari kandungan betakaroten, antosianin dan
betalanin dari warna-warna yang dimilikinya. Buah potensial sebagai obat
dan pewarna alami, sekarang sangat susah mendapatkannya, karena tidak
mampu bersaing dipasaran.
Menurut situs
iptek.net.id, daging buah jamblang (
Syzygium cumini) yang rasanya asam manis berkhasiat melumas organ paru, menghentikan batuk, peluruh kencing (
diuretik), peluruh kentut (
karminatif), memperbaiki gangguan pencernaan, merangsang keluarnya air liur, dan menurunkan kadar glukosa darah (
hipoglikemik). Kulit kayu Jamblang (Juwet) berkhasiat
untuk peluruh haid. Hasil penelitian menunjukkan biji, daun, dan kulit
kayu jamblang mempunyai khasiat menurunkan kadar glukosa darah (efek
hipoglikemik) pada penderita diabetes melitus tipe II.
2. KESEMEK (Diospyros kaki L.)
Kesemek selain dikenal sebagai buah kaki juga disebut sebagai Semek,
Buah Samak, dan Tasmak (Bahasa Banjar). Sedangkan dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai
Oriental persimmon. Dan
nama ilmiah tumbuhan ini adalah
Diospyros kaki Thunb. yang mempunyai beberapa nama sinonim diantaranya:
Diospyros amara Perrier,
Diospyros argyi H.Lév.,
Diospyros bertii André,
Diospyros costata Carrière,
Diospyros kaempferi Naudin,
Diospyros mazelii E.Morren, dan
Diospyros sinensis Naudin.
Buah kesemek (Diospyros kaki)
dapat dimakan langsung dalam keadaan segar setelah direndam (diperam)
dengan air kapur, untuk menghilangkan rasa sepat dan getahnya. Biasanya.
Buah juga dapat dikeringkan atau diolah menjadi selai, agar-agar, es
krim dan lain-lain.
Buah kesemek segar mengandung 19,6 %
karbohidrat, terutama fruktosa dan glukosa, 0,7% protein, vitamin A,
kalium, zat tanin, kalsium, fosfor, retinol, dan senyawa anti oksidan.
Zat tanin (dinamai tanin-kaki) terkandung dalam buah kesemek yang muda
sehingga menimbulkan rasa sepat. Zat tanin ini akan berkurang seiring
dengan masaknya buah.
Zat tanin-kaki ini dimanfaatkan untuk
mengawetkan berbagai kerajinan tangan, membantu produksi arak-beras di
Jepang, serta bahan pengobatan penyakit hipertensi. Sedangkan zat-zat
lain yang terkandung dalam buah kesemek dipercaya mampu menjadi obat
berbagai penyakit seperti asma, batuk, dan sakit perut.
Di Indonesia tumbuhan Kesemek sempat banyak dibudidayakan untuk
dimanfaatkan sebagai tanaman buah. Namun seiring dengan masuknya
berbagai jenis buah-buahan, popularitas Kesemek semakin pudar. Saat ini
buah kesemek telah menjadi salah satu buah yang sulit ditemukan dan
langka di Indonesia
3. MUNDU (Garcinia dulcis L.)
Mundu di Jawa disebut juga rata, baros atau klendeng dalam bahasa Sunda dikenal sebagai jawura atau golodogpanto. Dalam bahasa Inggris dikenal juga dengan sebutan yang sama, mundu atau moendoe. Di Filipina disebut sebagai biniti atau bagalot, sedangkan di Thailand dikenal sebagai maphut. Dalam bahasa latin (ilmiah), mundu disebut Garcinia dulcis yang bersinonim dengan Garcinia longifolia, dan Xanthochymus javanensis.
Buah mundu dapat dimakan langsung dan
diolah menjadi selai bahkan sebagai campuran jamu tradisional untuk obat pencahar dan gangguan empedu. Sedangkan
kayu dan kulitnya, dahulu sering dipakai sebagai campuran pembuat warna
hijau alami.
Yang perlu diperhatikan ketika memakan
buah mundu secara langsung adalah getahnya. Buah yang banyak mengandung
vitamin C ini memiliki getah yang kuat yang dapat membuat iritasi ringan
di bibir bagi yang tidak terbiasa. Karena itu, jika hendak memakannya
lebih baik mengupas dan mencucinya terlebih dahulu sehingga getah buah
langka ini hilang dulu.
4. GENITU (Chrysophyllum cainito L)
Buah kenitu ini ada yang menyebutnya sebagai Genithu, Manecu,(bahasa daerah), dan nama ini di kenal dengan nama "kanitu " dan merupakan
salah satu buah yang ditemukan hampir di setiap daerah jawa timur. Namun seiring dengan masuknya
berbagai jenis buah-buahan, popularitas Genitu semakin pudar.
Buah Genitu mengandung banyak gizi dan nutrisi yang sangat baik untuk
kesehatan tubuh manusia. Tak banyak yang tahu dan menyadari bahwa
mengkonsumsi buah kenitu secara rutin setiap hari dapat membuat tubuh
menjadi sehat dan bebas dari risiko penyakit- penyakit berahaya. Buah
kenitu mengandung antioksidan yang cukup tinggi yang ampuh melawan
radikal bebas dalam tubuh, selain itu buah kenitu juga mengandung
vitamin C, vitamin E, asam fenol, polifenol, flavonoid, dan beta
karoten. Sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi buah ini secara rutin
karena efktif mencegah dan mengobati penyakit berbahaya seperti
mengontrol gula darah sehingga mengatasi penyakit diabetes, meredakan
peradangan pada otot, tulang, dan sendi karena penyakit rematik, serta
menjaga daya tahan tubuh.
KESIMPULAN
Buah-buahan yang saya sebutkan di atas saat ini sudah tergolong buah
langka, jarang ada yang menjual buah ini. Batang pohonnya pun mungkin
sudah langka pula dan mungkin banyak ditebang karena buahnya tidak
bernilai ekomomis tinggi, kalah bersaing dengan buah impor yang banyak
membanjiri pasar. Buah-buah lokal saat ini makin terjepit oleh kehadiran
buah impor yang datangnya begitu deras dari luar. Buah lokal yang
bertahan hingga saat ini paling-paling hanya mangga, nanas, sawo,
kedondong, bangkuang, jeruk, salak, dan belimbing. Selebihnya anak-anak
kita lebih mengenal buah apel, pir, anggur, lengkeng, kiwi, strawberi,
blueberry, dan aneka buah impor lainnya.
Buah-buahan lokal bagaimanapun, apalagi yang sudah langka, seharusnya
mendapat perhatian dari Pemerintah untuk terus dilestarikan. Bagi saya,
buah-buahan itu tidak hanya sekadar untuk dimakan, tetapi ada kearifan
lokal yang terkandung di dalamnya. Dengan memakan buah lokal itu, kita
mengingat jerih payah petani yang merawat tanaman itu dari kecil hingga
berbuah. Ada filosofi yang begitu dalam bila kita melihat jauh ke
belakang puluhan tahun silam. Pohon-pohon buah itu mungkin sudah berusia
puluhan hingga ratusan tahun, ditanam oleh kakek moyang mereka dan
diteruskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Pohon-pohon
itu dirawat dan dicintai karena dari tanaman itulah petani mendapat
penghasilan. Ketika waktu kalah berpacu dengan uang, pohon-pohon itu
mungkin harus mengalah: ditebang karena tawaran yang lebih menggiurkan
dari bisnis tanah yang terus mencari mangsa hingga ke kampung-kampung.
Buah-buah langka itu mungkin suatu hari tidak akan terhidang lagi di
meja makan kita, tinggal menjadi sejarah saja.
Dari berbagai sumber.